Sudah sejak lama saya memendam rasa ingin tahu mengenai otak manusia. Otak dikatakan sebagai bagian paling penting – juga paling rumit – dari tubuh manusia. Mengapa? Inilah sebagian jawaban yang saya temukan dari buku berjudul How the Brain Works (2002).
Penulis buku ini, John McCrone, menggambarkan otak sebagai sebuah benda berukuran dua kepalan tangan berwarna merah muda seberat 1,4 kilogram. Otak akan bergoyang-goyang seperti agar-agar karena terbebani beratnya sendiri dan mengeluarkan cairan bening. “Bukan pemandangan yang indah,” tulis McCrone. Akan tetapi, lanjutnya, benda ini adalah benda paling rumit yang ada di alam. Di dalamnya terkemas beragam desain bentuk yang tertata rapi, yang tidak akan kita jumpai di mana pun.
Rumit? Ya, bagaimana tidak, otak manusia terdiri dari sekitar 100 miliar neuron atau sel saraf. Setiap neuron mampu membuat ribuan hingga ratusan ribu sinapsis, yaitu hubungan antara dua neuron. Dan, bayangkan ini, otak manusia memiliki sekitar 1.000 triliun sinapsis. Setiap hubungan ini bermakna karena terjadinya bukan secara acak. Sinapsis memiliki sejarah untuk tujuannya masing-masing.
Cerita tentang kerumitan otak tak berhenti di situ. McCrone menyatakan, sinapsis sebenarnya ada dalam berbagai bentuk, menggunakan berbagai molekul perantara untuk memberikan berbagai tanggapan. Neuron sendiri hanya salah satu dari penyusun otak. Selain neuron, otak juga mengandung sel-sel glia, yaitu sel-sel yang bertugas menunjang, mentranspor, mengatur pertumbuhan, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Setiap neuron memiliki kira-kira 50 sel glia. Hampir setengah otak tersusun atas materi putih, yaitu kabel panjang berselimut lemak yang digunakan untuk membawa sinyal di otak. McCrone menyebutkan, jika materi putih dari satu otak manusia diulur, panjangnya cukup untuk mengelilingi bumi dua kali. Subhanallah…!!
Memahami Otak, Memahami Kesadaran
Saya mencoba membayangkan semua itu: neuron, sinapsis, sel glia, dan materi putih, yang terkemas rapi di dalam tengkorak kepala kita. Hm, saya tak sanggup menggambarkannya dengan kata-kata. McCrone yang mengistilahkan otak seperti sirkuit bergelatin, ini mengungkapkan, ketika “dinyalakan” dan sadar, otak tergetar oleh lalu-lintas pikiran, impresi, keinginan, konflik, kekhawatiran, keingintahuan, dan hasrat.
Selama ini kita berpikir bahwa otak adalah gumpalan keriput yang tersimpan di dalam tengkorak kita. Ternyata itu tidak sepenuhnya benar. McCrone memberi tahu bahwa sesungguhnya otak menjalar ke seluruh tubuh kita. Menurutnya, otak memanjang hingga ke ujung akhir sumsum tulang belakang manusia. Inilah materi abu-abu dengan rangkaian neuron kompleks yang tidak sekadar membentuk serabut saraf biasa. Dari sumsum tulang belakang ini keluarlah rangkaian serabut saraf yang menjangkau hingga bagian tubuh kita yang paling terkecil. Ini menjelaskan kenapa otak disebut sebagai pusat yang mengatur sistem tubuh.
Berdetaknya jantung, gerakan meremas pada usus, produksi sel darah baru, hingga berdirinya rambut di kulit bila kita takut (merinding), semuanya diatur oleh sistem saraf, terutama otak. Lebih dari itu, jika sistem saraf tidak dapat berperan langsung, akan dilakukan pengaturan dengan mengeluarkan hormon pembawa pesan yang akan masuk ke darah dan jaringan tubuh. Tak satu pun organ atau sel yang lepas dari jangkauan otak. Maka, bila otak seseorang dikeluarkan dari tengkoraknya, menurut McCrone, ada akar sepanjang sekitar dua meter lengkap dengan serabut-serabut dan ujung-ujung sarafnya yang menjuntai.
Jika kesadaran adalah produk dari aktivitas otak, ia bukan sekadar hasil proses di dalam kepala. McCrone mengutip pendapat psikolog yang menyatakan, “Pikiran itu tertanam di dirimu. Seluruh tubuhmu melantunkan keingintahuan yang disebut kognisi.”
Adakah cerita sederhana di balik kerumitan otak? Inilah bagian menariknya. Kendati otak manusia sangat kompleks karena terdiri dari miliaran sel dan triliunan jaringan saraf, di balik keruwetan itu tersimpan tujuan yang sederhana. “Otak hadir untuk mengindra dunia dan memberikan berbagai tanggapan terhadapnya,” tulis McCrone. Ia berani mengatakan bahwa prinsip kerja otak sangat sederhana. Demikian sederhananya, sehingga prinsip tersebut bahkan dapat kita jumpai pada makhluk yang paling sederhana seperti bakteri sekalipun.
Recent Comments